Pages

Kamis, 20 Oktober 2011


"bapak dan ibu dokter di indonesia, belajarlah berkomunikasi dengan pasienmu ... berikan hipotesismu, uraikan langkah penangananmu, jelaskan hasil diagnosis dari observasimu, pasien berhak untuk tahu itu ... hipotesis bisa salah, diagnosis juga bisa salah, dan kami paham itu, karena itu tak perlu bersembunyi dari itu"

-Romi Satria Wahono-



Tulisan ini saya dapatkan ketika lagi status walking*bikin istilah baru di FB. langsung saya like...

Jadi inget kejadian beberapa minggu yang lalu waktu saya sedang berobat, dokternya pendiem abisss, cuma ditanyain sakit apa, dimana, kapan. terus dokternya cuma nulisin resep obat diare dan obat maag*gastritis. tanpa bilang apa-apa lagiiii.

terus saya curhat ke temen, dan temen saya bilang, "aturan kamu tanya nis, dok, waktu kuliah diajarin komunikasi ga??"

berkaca dari situ, sebenernya waktu kuliah, di tiap semester tuh diajarin komunikasi, dari A sampai Z. tapi banyak dari dokter dan calon dokter masih menyampingkan komunikasi antara dokter-pasien ini.

seharusnya dokter memberikan hipotesis, penguraian atas langkah yang akan dokter lakukan dan menjelaskan hasil diagnosis selengkap-lengkapnya, tapi, kalo kita lihat di rumah sakit atau klinik yang pasien nya banyak, mungkinkah hal ini terjadi?
terus kalo memang hasil diagnosis itu buruk, misalnya kayak prediksi umur buat pasien kanker, di Indonesia khususnya, hal ini masih terdengar ga etis. padahal di jepang*saya lihat di film, pasien berhak tahu dari A sampai Z, tentang penyakitnya, efek yang ditimbulkannya, terapi, penatalaksanaanya, dan hasil yang mungkin dapat terjadi pada pasien.

ya memang itu semua hak pasien, tapi, masih banyak juga pasien yang datang ke dokter cuma mau minta obat dan yang penting sembuh. padahal kesembuhan juga bukan dokter yang menentukan. di sisi lain, siapkah si pasien dalam menerima kenyataan tentang penyakitnya jika itu berat.

nah, perlu dipikirkan pernyataan tersebut, yang pasti, komunikasi yang baik antara dokter dan pasien harus ada. komunikasi itu pun harus disesuaikan dengan tingkat ekososial dan psikologis dari pasien.

semoga kita yang calon dokter, dapat mengamalkan ilmu komunikasi yang diajarin di kampus dengan baik saat kita menjadi dokter kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar